Srindonews - Universitas Tribhuwana Tunggadewi (UNITRI) Malang melalui Program Studi Arsitektur Lanskap (AL) Fakultas Pertanian kembali melakukan Memorandum of Understanding (MoU). Kali ini penandatanganan perjanjian kerja sama dengan Asian Cultural Landscape Association (ACLA).
Rektor UNITRI didampingi Kepala Program Studi Arsitektur Lanskap menyambut baik kerja sama tersebut. Ia berharap melalui kerja sama ini tidak sekedar sebagai upaya, tetapi program-program berkualitas dapat tumbuh dari upaya kerja sama yang dilakukan sehingga pilar Tri Dharma Perguruan Tinggi dapat diimplementasikan dengan baik.
Dalam kesempatan itu, Prof. Chun Hyun-Jin, Ph. D menyampaikan pandangan terkait beberapa isu penting yang menjadi fokus ACLA, termasuk cultural landscape, sustainable development, diversity, heritage landscape, agriculture landscape, dan traditional landscape.
Senada dengan itu, Kepala Program Studi Arsitektur Lanskap Rizki Alfian, S.SArl., M.Si., juga menyampaikan bahwa Program Studi Arsitektur Lanskap memiliki tiga kompetensi utama yang berkaitan dengan cultural landscape, serta empat profil lulusan, yaitu landscape designer, nursery manager, manager of public spaces, dan park maintenance supervisor.
ACLA merupakan organisasi nonprofit yang diikuti oleh beberapa negara di Asia. ACLA adalah wadah untuk orang-orang yang melakukan studi mengenai lanskap budaya melalui sudut pandang Asia. ACLA diikuti oleh beberapa negara di antaranya Korea, Jepang, India, Indonesia, Thailand, dan Sri Lanka.
Sebelumnya ACLA juga telah bekerja sama dengan Program Studi Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian Universitas Udayana, Universitas Muhammadiyah Surakarta, juga Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.
Sebagai salah satu program studi dalam pendidikan tinggi, Arsitektur Lanskap berbicara tentang pemanfaatan dan pengelolaan lahan-lahan luas terbuka menjadi area yang fungsional dengan memperhatikan aspek estetika dan ekologi.
Sebagai pengembangan dari ilmu arsitektur taman, arsitektur lanskap erat kaitannya dengan perancangan taman, seperti taman kota, taman hiburan, cagar alam, gelanggang olah raga, hingga kompleks perumahan.
Membuka Peluang
Pemerhati pendidikan Desi Dwi A., S.P. menuturkan kepada MNews, Ahad (1-9-2024) bahwa kerja sama asing membuka peluang masuknya nilai-nilai di luar Islam yang akan bercampur dengan nilai-nilai Islam dan merusaknya.
“Bahkan tidak jarang kerja sama tadi berpeluang bagi asing untuk mendiktekan keinginan mereka melalui kerja sama antaruniversitas. Terutama jika kampus asing tersebut berasal dari negara besar pengemban ideologi di luar Islam,” duganya.
Ia mengulas, pembahasan tentang aspek di atas mestinya erat kaitannya dengan penyediaan ruang terbuka hijau, daerah resapan air, penggunaan jenis tanaman yang akan menyerap polusi, maupun yang memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar.
“Namun rupanya saat ini pembahasan arsitektur lanskap banyak dikaitkan dengan kultur yang bertujuan melestarikan budaya dan nilai-nilai yang ada,” kritiknya.
Menurutnya, saujana (cultural landscape) sendiri merupakan bentukan hasil interaksi manusia terhadap alam lingkungannya sebagai tempat kehidupan yang dipengaruhi oleh budaya setempat secara terus-menerus dalam rentang waktu yang lama.
“Akibatnya, bentang alam (lanskap) budaya mencakup lingkungan sekitar, taman dan ruang terbuka, lahan pertanian dan peternakan, tempat-tempat suci, dan lain-lain,” terangnya.
Dipengaruhi Kultur
Ia menilai, sebagai hal yang wajar ketika bentuk arsitektur sebuah wilayah dipengaruhi oleh kultur masyarakat.
“Islam pun membolehkannya selama tidak bertentangan dengan syariat. Misalnya, seni patung yang memahat makhluk hidup dan menempatkannya bersamaan dengan bangunan ataupun taman, maka dalam hal ini hukumnya adalah haram. Islam juga melarang kebudayaan yang menjadi ciri khas agama dan kepercayaan tertentu,” ucapnya mencontohkan yang bertentangan itu.
Sebagai penyedia tenaga ahli, lanjutnya, perguruan tinggi sudah seharusnya mendidik mahasiswa menjadi seseorang yang berkepribadian Islam, sekaligus mumpuni dalam bidang ilmu yang ditekuni, sehingga output pendidikan tinggi sanggup bekerja demi mewujudkan kemaslahatan masyarakat.
“Pemerintah sebagai pemelihara urusan umat adalah yang bertanggung jawab terhadap tercapainya tujuan pendidikan tinggi tersebut. Pemerintah harus menyediakan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai bagi para pengajar dan peserta didik agar tujuan pendidikan bisa tercapai,” jelasnya.
Oleh karenanya, ia melanjutkan, universitas tidak perlu lagi berbondong-bondong membuat kerja sama dengan swasta ataupun luar negeri (asing) guna meningkatkan kualitas pendidikannya karena negara sudah menyediakan yang terbaik.
Terakhir, ia berharap agar dalam melakukan kerja sama hendaknya kaum intelektual waspada terhadap kemungkinan kerja sama yang bisa merusak akidah Islam.
“Ini karena peran kaum intelektual adalah menjaga akidah dan pemikiran umat agar tidak bercampur dengan pemikiran lain yang bertentangan dengan syariat Islam,” tutupnya