SRINDO News, Jakarta - Tokoh nasional Dr. Rizal Ramli baru-baru ini melalui akun Twitter-nya @RamliRizal mengenalkan sebuah istilah yang menarik berkaitan dengan rezim Jokowi. Ia menyebut rezim Jokowi sebagai "Orde Gombal".
"Penipuan seperti drama Esemka, memberikan harapan palsu bahwa ekonomi akan melesat. Semuanya itu sangat tidak masuk akal alias koplak, dan merupakan ciri khas dari Orde Gombal," tegas Rizal Ramli.
Jika kita merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istilah "gombal" memiliki arti bohong, omong kosong, atau rayuan yang tidak sesuai dengan kenyataan. Fakta-fakta yang mengikuti tampak sulit untuk dibantah sebagai realitas.
Salah satu contoh yang paling mencolok dapat diamati dan dirasakan dengan sangat dekat sejalan dengan pernyataan Erving Goffman: Jokowi selalu menggunakan mekanisme panggung ini, di mana ada panggung depan dan panggung belakang. Panggung depan sering kali berbeda 180 derajat dengan panggung belakang.
Ucapan dan kenyataan kadang memiliki jarak yang sangat dekat dan ditampilkan tanpa ragu, dengan gaya vulgar dan tanpa beban serta rasa bersalah.
Sangat bisa dimengerti dengan nada kekecewaan, Bung Rizal Ramli mengkritik, "Penipuan ala Drama Esemka, memberikan harapan palsu bahwa ekonomi akan melesat. Semuanya itu koplak, dan merupakan ciri-ciri dari Orde Gombal."
Istilah "Pemimpin Boneka" seringkali dikaitkan dengan pemimpin yang ucapan, peran, dan sikapnya dikendalikan oleh orang lain. Saat berada di panggung, mereka dikendalikan peran panggungnya oleh sutradara.
Pemimpin boneka politik selalu bermain peran, seperti seorang pelawak yang bisa tertawa, meskipun situasinya sedang serius. Hal ini sering terjadi. Inilah yang oleh Goffman disebut sebagai dramaturgi.
Tipuan tersebut terasa melibatkan semua aspek kehidupan sosial, politik, budaya, dan pertahanan keamanan. Semua aspek ini terkena dampak dari pencitraan dan kebijakan yang aneh di luar standar normal sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.
Tidak menutup kemungkinan dan menjadi hak semua rakyat untuk memberikan julukan "Orde Satrio Piningit", meskipun terasa pahit, menyakitkan, dan sulit untuk dibuktikan.
Apapun gelar orde yang akan mengakhiri kekuasaan, apapun yang mungkin muncul dan terjadi, itu semua merupakan hak dari rakyat untuk memberikan status, gelar, dan julukan orde yang akan melekat dan disandangnya.