Waspada! Ada Potensi Ancaman Dibalik Meroketnya Hutang Pemerintah di Era Jokowi

SRINDO News


SRINDO News, Jakarta - Isu meroketnya hutang pemerintah saat ini kembali menjadi sorotan menjelang Pemilu 2024. Terakhir, isu bengkaknya hutang pemerintah disuarakan oleh mantan Wakil Presiden, Jusuf Kalla (JK)

Menurut informasi yang disampaikan JK, hutang pemerintah saat ini telah meningkat sangat signifikan. Bahkan, jumlah yang harus dibayarkan untuk melunasi utang pokok dan bunga dalam satu tahun mencapai Rp 1.000 triliun

Lantas bagaimana tanggapan ahli ekonomi terkait bengkaknya hutang di pemerintahan Presiden Jokowi?

Menurut Eko Listyanto, Wakil Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), pemerintah perlu meningkatkan kewaspadaan terhadap peningkatan signifikan utang pemerintah dan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang semakin meningkat.

Dia menyatakan bahwa batas aman defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan rasio utang yang ditetapkan dalam Undang-Undang Keuangan Negara sudah tidak lagi relevan dalam mengukur sejauh mana posisi utang negara saat ini aman atau tidak.

"Kalau hanya mengacu pada dua indikator tersebut, utang negara kita mungkin akan terlihat aman. Namun, kenyataannya adalah bahwa dalam lima tahun terakhir terjadi lonjakan utang yang signifikan, meskipun hal itu disebabkan oleh pandemi, " kata Eko

Seperti diketahui, hingga 30 April 2023, jumlah utang pemerintah mencapai Rp 7.849,8 triliun, dengan rasio utang sebesar 38,15 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Sementara itu, pada tahun 2021, rasio utang mencapai level tertinggi sejak reformasi, yakni mencapai 41 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Ia juga menyampaikan kritik terhadap kebijakan pemerintah era Jokowi yang dinilai terlalu agresif dalam mengambil utang jangka panjang.

Dengan memperoleh utang jangka panjang, pemerintah saat ini mungkin dapat menghindari beban pembayaran utang yang terlalu berat. Namun, utang tersebut kemungkinan akan menjadi tanggungan bagi pemerintah di masa mendatang.

"Berinvestasi dalam surat utang jangka panjang memang memberikan keamanan untuk saat ini, karena pembayarannya baru akan dilakukan dalam 5-10 tahun mendatang. Namun, perlu waspada terhadap implikasi jangka panjangnya, terutama jika tren peningkatan utang terus berlanjut," ungkap Eko

Menurut Eko, hal lain yang perlu dikhawatirkan adalah pertumbuhan utang pemerintah yang melebihi pertumbuhan pendapatan negara. Ini dapat menjadi pemicu masalah di masa depan yang bisa menjadi ancaman serius.

"Misalnya, jika pendapatan kita tumbuh sebesar 5 persen per tahun, namun utang kita tumbuh dua kali lipatnya. Pada suatu titik di masa depan, ini bisa menjadi risiko yang signifikan," ungkap Eko 

Sebagai informasi,  pada tahun 2014, saat awal pemerintahan Presiden Jokowi, posisi utang pemerintah sebesar Rp 2.609 triliun dengan rasio terhadap PDB sebesar 24,75 persen.Dalam rentang waktu dari tahun 2014 hingga 2023, pemerintahan Jokowi telah berhutang lebih dari 5000 triliun

Berkaitan dengan semakin massifnya hutang pemerintah yang terus mendapatkan sorotan dari berbagai pihak, Menteri Keuangan Sri Mulyani akhirnya angkat bicara. 

Sri Mulyani menilai bahwa pengelolaan pembayaran utang pemerintah tetap terjaga dan sesuai dengan strategi pembiayaan yang tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Salah satu indikator yang diperhatikan oleh pemerintah adalah tenor dari portofolio pembiayaan yang dilakukan.

"Jika kita melihat data dan pengelolaan utang setiap tahunnya, kita dapat melihat bahwa beberapa utang memiliki jangka waktu tertentu. Oleh karena itu, baik jangka waktu maupun pembayaran utang telah diatur dalam APBN."

Pixy Newspaper 11
Pixy Newspaper 11

#buttons=(Accept !) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top